Seminar Nasional Desain Sosial 2019:

Desain Sosial Responsif: Sebuah Etika Baru

Seminar Nasional Desain Sosial 2 Poster

‘Dapatkah Desain responsif terhadap suatu situasi sosial?’, Atau mungkin dalam konteks etika:  ‘Haruskah’ Desain responsif terhadap suatu situasi sosial?’ Jawabannya mungkin sesederhana ya, namun bila dikaitkan dengan tanggung jawab secara etis, apakah benar demikian? Persoalan ini sebenarnya sudah setengah abad didiskusikan dalam dunia desain. Diskusi ini misalnya telah diajukan oleh Papanek sejak tahun 1971 dengan mengatakan bahwa desainer memiliki tanggung jawab sosial untuk memikirkan dampak dari desain yang dihasilkannya. Herbert Simon pada tahun 1972 juga mengatakan hal senada dengan menyatakan bahwa perencanaan situasi sosial adalah desain. Diskusi kiwari mengenai ini juga muncul di jagad Arsitektur ketika Aravena (2016) dan Doshi (2018) memenangkan penghargaan tertinggi di dunia Arsitektur karena karya-karyanya yang merespon situasi sosial dan bertujuan memberdayakan masyarakat, yang kemudian juga menuai kritik apakah desain seharusnya demikian.

Pergerakan diskusi kiwari mengenai mengapa desain harus responsif terhadap suatu situasi sosial tentu saja kalah mutakhir jika dbandingkan dengan diskursus Perubahan Besar (great shifting) dan Industri 4.0 (Jepang bahkan sudah mengumumkan Masyrakat 5.0, semacam konsep masyarakat madani teknologi). Akan tetapi bagaimanapun juga diskusi mengenai mengapa desain harus responsif terhadap suatu situasi sosial justru menjadi sangat relevan karena merupakan bagian tidak terpisahkan dari wacana besar Industri 4.0 yang mensyaratkan pendefinisian baru serta pertimbangan multi inter korelasi antar berbagai dimensi pengetahuan. Dimensi sosial dalam desain misalnya seringkali muncul dalam perwujudan inovasi sosial yang didorong oleh desain sistem yang berbasis manusia. Indonesia tidak terkecuali. Kita melihat dan mengalami semua Perubahan Besar ini, dan dunia desain juga tidak terkecuali. Kenyataannya hingga hari ini institusi desain profesional nasional belum memberikan ruang untuk fakta baru ketersambungan bahwa desain responsif terhadap suatu situasi sosial dan bahkan mampu merubahnya. Ini terjadi karena institusi profesional melihat kedua hal tersebut sebagai hal parsial atau paling banter saling melengkapi.

Disinilah kemudian posisi diskusi dalam seminar ini. Seminar ini mengajak akademisi desain, desainer profesional, inisiator, aktivis dan para pelaku hibrid (the in-betweens: start-up, inkubator, desainer-peneliti, desainer sebagai pendorong perubahan kebijakan, dan lainnya) untuk datang dan bergabung dalam diskusi ini. Dimana dan apa sebenarnya posisi dari dimensi baru, dimensi sosial dalam desain ini? Apakah pergerakan ini sudah dapat dipertimbangkan sebagai suatu etika baru dalam desain, beriringan dengan etika konvensional profesi? Haruskah kita mengarungi batas untuk dapat menjadikan desain responsif terhadap suatu situasi sosial? Bila ya bagaimana kita sebagai komunitas desainer mendeskripsikannya?

Only by His Grace,
Dr. Martin L. Katoppo, S.T., M.T.
Pejabat Dekan Fakultas Desain
(School of Design) Universitas Pelita Harapan
Karawaci, Tangerang, Banten, Jawa Barat
www.uph.edu


Subtema

Etika Desain
Membuka diskusi tentang tanggung jawab desain terutama yang mendorong terjadinya perubahan sosial serta pemberdayaan masyarakat dan bagaimana desain sosial masuk sebagai wacana etika desain yang baru.

Desain Sosial Inovatif
Membuka diskusi dan lebih berfokus pada desain sosial dan inovasi desain yang mendorong terjadinya perubahan sosial dan pemberdayaan masyarakat.

Desain Kolaboratif
Membuka diskusi tentang proses desain yang kolaboratif, mengedepankan engagement dengan pengguna dan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder).

Kewirausahaan Sosial
Membuka diskusi tentang social design-preneur. Sekarang ini misalnya banyak desainer yang bekerja sama dengan komunitas dan warga dalam rangka pemberdayaan serta juga membangunnya menjadi unit kewirausahaan kolaboratif.

Media Sosial Responsif
Membuka diskusi mengenai bagaimana peran media sosial membangun narasi desain sosial, misalnya bagaimana narasi MRT disosialisasikan kepada warga Jakarta atau bagaimana banyaknya pemimpin daerah (walikota, bupati, gubernur) menggunakan media sosial untuk mengkomunikasikan setiap program kerja pemerintah.


Pembicara